Breaking News

Sejarah Kerajaan Airlangga



Raja Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Ia lahir di Bali sekitar tahun 990 Masehi, putra dari Raja Udayana dari Wangsa Warmadewa dan Mahendradatta, putri dari Wangsa Isyana (keturunan Mpu Sindok) di Jawa.

Kisah Airlangga dimulai dengan peristiwa tragis. Pada tahun 1006 M (ada sumber yang menyebut 1016 M), saat ia berusia 16 tahun dan akan menikah dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh dari Kerajaan Medang, terjadi serangan mendadak oleh Raja Wurawari yang dikenal sebagai peristiwa Mahapralaya ("bencana besar"). Serangan ini menghancurkan Kerajaan Medang. Airlangga berhasil lolos bersama abdi setianya, Mpu Narotama, dan melarikan diri untuk hidup sebagai pertapa di hutan pegunungan, salah satunya di Wonogiri.

Atas desakan para menteri dan rakyat yang ingin melanjutkan tradisi Wangsa Isyana, Airlangga bersedia dinobatkan menjadi raja pada tahun 1019 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Ia memulai pemerintahannya dari ibu kota di Wwatan Mas (kemudian dipindahkan ke Kahuripan, Sidoarjo, dan akhirnya ke Daha/Kediri).

Masa Kejayaan dan Pembangunan

Selama beberapa tahun, Airlangga berjuang untuk menaklukkan musuh-musuh yang tersebar dan menyatukan kembali bekas wilayah Kerajaan Medang. Kemenangan besar diraihnya atas musuh-musuhnya, termasuk berhasil mengalahkan Raja Wurawari. Setelah wilayahnya aman, yang mencakup hampir seluruh Jawa Timur, Airlangga fokus pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Beberapa pencapaian penting masa pemerintahannya (1009-1042 M) antara lain:

  • Pembangunan bendungan Waringin Sapta (1037 M) untuk mengatasi banjir.

  • Perbaikan Pelabuhan Hujung Galuh di muara Kali Brantas.

  • Pembangunan jalan yang menghubungkan daerah pesisir dengan pusat kerajaan.

  • Mendorong perkembangan sastra, seperti gubahan Kakawin Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa pada tahun 1035 M, yang mengisahkan perjuangan Arjuna sebagai kiasan perjuangan Airlangga.

  • Kerajaan Kahuripan dikenal makmur, dengan perdagangan dan pertanian yang maju, serta tingginya toleransi beragama (Hindu Waisnawa dan Buddha).

Pembagian Kerajaan

Menjelang akhir masa pemerintahannya pada tahun 1042 M, Airlangga menghadapi masalah suksesi karena putri mahkota, Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi seorang pertapa. Untuk menghindari konflik perebutan takhta antara kedua putranya yang lain, Airlangga memutuskan membagi kerajaannya menjadi dua atas saran dari Mpu Bharada.

Pembelahan wilayah dilakukan dengan batas sungai.

  1. Kerajaan Panjalu (pusat di Daha, cikal bakal Kediri) di sebelah barat.

  2. Kerajaan Jenggala (pusat di Kahuripan) di sebelah timur.

Setelah membagi kerajaan, Airlangga turun takhta dan menjadi pertapa dengan gelar Resi Gentayu hingga wafatnya sekitar tahun 1049 M.

0 Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close