Tolak Mediasi, Keluarga Korban Minta Kasus Kekerasan Fisik di Ruang Guru Diproses Hukum
KAPUAS HULU – Seorang Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) 02 di Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, berinisial AS (PNS), dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak didiknya.
Korban, yang diidentifikasi sebagai AHMAD FAHRI (15), seorang pelajar, diduga mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan di ruang guru sekolah pada Kamis, 09 Oktober 2025.
Kronologi Dugaan Kekerasan
Peristiwa ini bermula ketika Ahmad Fahri dipanggil ke ruang guru setelah terlibat perkelahian dengan siswa lain. Menurut laporan yang tercatat di Polsek Bunut Hilir (Nomor: LAPMAS/04/X/2025/Kalbar/Res KH/Sek Bunut Hilir), Terlapor berinisial AS, yang merupakan Kepala Sekolah, diduga melakukan kekerasan saat menanyai korban.
Pelapor, OJA SURYANA, yang merupakan ibu korban, menjelaskan bahwa Ahmad Fahri mengaku dipukul oleh terlapor berinisial AS di Ruang Guru/Kantor MTSN 02 Kapuas Hulu.
"Awalnya, anak saya dipukul dengan tangan kiri dan kanan mengenai kepala bagian belakang dan keningnya. Setelah itu, terlapor memegang kerah baju korban dan memukulnya di bagian telinga sebelah kanan sehingga korban merasa berdengung dan perih," ujar Oja Suryana, berdasarkan keterangan korban.
Keesokan harinya, Jumat (10/10/2025), korban dibawa ke Puskesmas Bunut Hilir untuk mendapatkan perawatan medis dan diminta surat permintaan Visum Et Repertum (VER) sebagai barang bukti.
Keluarga Tolak Mediasi, Minta Proses Hukum Berlanjut
Kasus ini telah ditindaklanjuti oleh Polsek Bunut Hilir dengan serangkaian tindakan, termasuk mendatangi TKP dan meminta keterangan saksi-saksi (BULHARI, IDA ALISYA, MUD MAINDAH, dan NANDA KASTURI).
Kepolisian juga telah berupaya melakukan mediasi antara kedua belah pihak pada Kamis, 30 Oktober 2025. Namun, pihak keluarga korban menolak hasil mediasi tersebut.
"Hasil mediasi, pihak korban meminta untuk dilanjutkan sesuai proses Hukum yang berlaku," bunyi keterangan resmi dalam laporan kepolisian.
Penolakan mediasi ini menunjukkan keseriusan pihak keluarga untuk mencari keadilan melalui jalur hukum.
Ancaman Pidana Kekerasan Terhadap Anak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak (Pasal 76C).
Terlapor, sebagai pendidik/kepala sekolah, seharusnya memberikan perlindungan, bukan kekerasan. Sanksi pidana bagi pelaku kekerasan fisik terhadap anak diatur dalam Pasal 80 UU Perlindungan Anak, yang dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), bergantung pada tingkat keparahan luka yang dialami korban.
Saat ini, pihak kepolisian akan melanjutkan proses penyidikan sesuai permintaan keluarga korban, termasuk menunggu hasil resmi dari Visum Et Repertum.

0 Komentar